Kau terlambat kawan
Kau terlewat kasihan
pulang sempoyongan
dada sesak, tak karuan
ingin berteriak kencang tapi takut dikira orang kesurupan
ini bukan sedang pembacaan puisi kawan
ini kenyataan, bak terjangan ombak di lautan
terseok seok akibat sayatan
linglung mencari tempat pemberhentian
hingga akhirnya menemukan sandaran
meluapkan gerimis airmata kesunyian
sayangnya, sandaran itu berupa sepi dan kesakitan
di sebuah kamar petak, bersama cicak yang sedang mencari kawan
kau terlambat kawan
terlalu nyenyak jatuh dalam permainan
Hingga kau sadar
Impian mengarungi luas samudra lari menghilang
Sebab bahteramu kandas di awal keberangkatan
Kau terlambat kawan
Bahteramu bocor sejak lama
Hari ke hari sampai kau sendiri tak sadar
Lubang kecil itu siap menenggelamkanmu. Seperti hari ini.
Dan kau sudah terlambat..
Selalu ada harga yang harus dibayar
Sekalipun itu sesuatu kecil perbuatan
Tapi jika terus dilakukan akan membutuhkan bayaran yang besar
Ketika terjadi, kau merasa hampa dan mencoba meratapi dengan “Andai saja..”
Kapuk, dalam sepetak kamar.
anonymous said:
Mengarungi samudra luas bukan perkara mudah. mengapa tidak kau kokohkan bahteramu dg caramu sendiri, hingga akhirnya ia mampu mengarungi samudra itu?
Nice poet, btw!
SukaSuka
quentin15 said:
Aku mencoba, tapi telat sudah. Kubangan akibat lubang kecil sudah memenuhi geladak. Dan itu karena aku. Apa masih ada kesempatan? Apa masih ada tempat bersandar utk si nahkoda bercerita?
Makasih 🙂
SukaSuka